Pewarna Angkak

Pigmen Angkak
Angkak adalah bahan pewarna alami yang dihasilkan olek kapang Monascus purpureus, memiliki warna yang konsisten dan stabil, dapat bercampur dengan pigmen alami lainnya dan dengan bahan makanan, tidak mengandung racun dan tidak karsinogen (Jenie,1994). 
Pigmen angkak adalah produk fermentasi Monascus, yang mempunyai sifat kelarutan tinggi, warna stabil, mudah dicerna, dan tidak bersifat karsinogenik. Pigmen ini dapat diproduksi secara fermentasi padat dan  fermentasi cair, tetapi pada umumnya adalah fermentasi padat. (Anonim,2004)
Pengolahan bahan pangan berupa bahan mentah yang diikuti fermentasi telah menjadi budaya di berbagai belahan dunia, khususnya di Asia. Salah satu bahan pangan tradisional yang diolah dengan fermentasi adalah keju, tape, tape ketan, arak beras, anggur, dan lain sebagainya. Pengolahan bahan pangan dengan fermentasi mampu meningkatkan daya simpan, daya cerna, dan penerimaan manusia terhadap makanan tersebut.
Mikroorganisme Penghasil Pewarna Angkak
Kapang Monascus sudah lama digunakan manusia sebagai pewarna alami makanan (natural food colorant) terutama di beberapa negara Asia seperti Jepang, Thailand, Imdonesia dan Cina Selatan. Monascus sendiri adalah kapang homotalik yang termasuk kelompok Ascomycetes. Pada tahun 1884, nama Monascus pertama kali diperkenalkan oleh Philippe van Tieghem, dengan nama species M. ruber. Kemudian pada tahun 1895, Went mengisolasi M. purpureus dari angkak di Jawa. Ada tiga species Monascus, yaitu M. purpureus Went, M. ruber van Tieghem, dan M. Pilosus Sato ex Hawksw & Pitt (Bridge and Hawksworth, 1985; Wong and Chien, 1986). Selanjutnya, Cannon et al., (1995) menambahkan dua species tambahan yang diisolasi dari sedimen suatu sungai di Iraq, yaitu M. pollens dan M. sanguineus. Species yang paling banyak diteliti adalah M. purpureus. Ada banyak jenis strain yang dilaporkan dalam berbagai publikasi, beberapa diantaranya sering dianggap sebagai species tersendiri.
Pigmen Monascus dibedakan menjadi dua, yaitu pigmen intraseluler (tidak larut air), dan pigmen ekstraseluler (larut air). Ankaflavin dan monascin adalah pigmen kuning. Rubropuktatin dan monaskurubrin adalah pigmen oranye. Ubropuktamin dan monaskorubramin adalah pigmen coklat. Pigmen tersebut dapat membentuk kompleks
dengan senyawa-senyawa lain, misalnya asam glutamat sehingga lebih mudah larut dalam air. Pigmen merah, kuning dan jingga (oranye) tidak larut air, tetapi dapat bereaksi dengan gugus amino yamg kemudian menghasilkan cincin piran sehingga larut air. Reaksi pigmen dengan gugus amino membuat daya larutnya pada air tinggi (Timotius, 2004). Wong et al., (1981) melaporkan bahwa perubahan warna terjadi bila pigmen oranye bereaksi dengan asam amino tertentu sehingga terbentuk pigmen merah.
Dalam pertumbuhannya Monascus memerlukan baik karbon, nitrogen, vitamin, mineral dan faktor lingkungan seperti pH, oksigen, kelembaban, dan suhu. Pigmen dibentuk oleh Monascus saat salah satu unsur nutrisi habis, biasanya nitrogen atau phospor dan tahap ini dikenla dengan tahap idiofase.

Proses Produksi Pewarna Angkak

Produksi pigmen angkak dapat dilakukan pada subtrat padat, subtrat cair atau secara amobil. Beras merupakan substrat terbaik untuk produksi pigmen. Keunggulan ini terutama karena komposisinya yang kompleks dan mungkin dapat menderepresi pembentukan pigmen, atau struktur mikroskopisnya yang baik untuk penetrasi hifa atau difusi pigmen (Timotius, 2004). Penggunaan beras sebagai medium diawali dengan mencuci beras, setelah itu direndam dalam air selama satu hari dan kemudian ditiris. Beras yang lembab tersebut dipindahkan ke tempat gelas yang cukup baik untuk aerasi, kemudian diautoklaf selama 30 menit pada 121oC. Inokulasi dilakukan dengan menambahkan suspensi askospora yang diperoleh dari kultur yang berusia 25 hari pada medium Sabaoraud. Beras dapat juga ditanak, setelah masak ditempatkan di nampan atau dulang, dan kemudian diinokulasi. Pada saat inokulasi, beras harus tampak kering dan tidak panas. Substrat yang terlalu lembek kurang baik. Beras yang telah diinokulasi tersebut diinkubasikan pada suhu terkontrol dan diaerasi selama 20 hari. Selama inkubasi, beras akan menjadi merah secara bertahap, digojog supaya merata dan perlu ditambah air steril untuk menjaga kelembaban, karena adanya air yang hilang selama inkubasi dapat menyebabkan beras menjadi terlalu kering. Setelah tiga minggu, beras akan tampak berwarna merah tua kecoklatan, dan beras tersebut tidak saling melekat. Setelah dikeringkan pada suhu 40oC, beras akan mudah dihancurkan sehingga menjadi serbuk (Lotong and Suwanarit, 1990). 
Produktivitas pigmen pada substrat cair tergantung pada beberapa hal, yaitu sumber karbon, nitrogen, elemen kelumit, pH, suhu, aerasi, dan mutu inokulum. Faktor nutrisi, merupakan faktor terpenting. Penggunaan kultur campur kadang dapat meningkatkan produksi pigmen. Substrat yang baik untuk Monascus antara lain pati, dekstrin, glukosa, maltosa, galaktosa dan fruktosa. Penggunaan resin XAD-7 (non ionic polymeric absorbent resin) pada sistem amobil dapat meningkatkan kecepatan produksi pigmen. Kemungkinan penggunaan resin tersebut dapat meningkatkan pelepasan pigmen.
Manfaat Angkak
Selain untuk pewarna pangan, angkak dapat digunakan sebagai bahan obat, misalnya untuk penyakit infeksi, sakit perut, diare, demam berdarah, menurunkan kadar kolesterol, HDL-Kolesterol dan Trigliserida dalam darah karena kandungan Monacolin K-nya. Angkak banyak digunakan dalam obat cina dan dipercayai mampu meningkatkan trombosit darah pada penderita DBD.
Produk Monascus juga dapat menurunkan tekanan darah tinggi karena menghasilkan GABA (gamma-Aminobutyric Acid); mempunyai daya antibiotik terhadap Bacillus, Streptococcus, dan Pseudomonas; dan dapat digunakan untuk mencegah kanker kulit, karsinogenesis dan mutagenesis. Monascus mampu menghasilkan antioksidan , dan asam dimerumat (dimerumic acid) (Timotius, 2004). Antioksidan adalah senyawa kimia yang dapat menunda atau memperkecil laju rekasi oksidasi pada bahan-bahan yang mudah teroksidasi, terutama pada bahan pangan atau produk olahan yang berlemak dan mengandung asam lemak dengan derajat ketidakjenuhan tinggi (polyunsaturated fatty acids = PUFA) (Astawan, 2005).
Kandungan senyawa gamma-aminobutyric acid (GABA) dan acetylcholine chloride dalam angkak merupakan senyawa aktif yang bersifat hipotensif. Produksi senyawa ini akan memblok sinyal stress yang menuju ke saraf pusat sehingga mampu memberi ketenangan. Perasaan tenanginilah yang akan menurunkan tekanan darah seseorang. Beberapa penelitian lain mengungkapkan bahwa GABA dapat meningkatkan produksi hormon HGH (human growth hormone) dalam tubuh yang dapat meningkatkan massa otot serta mengurangi lemak di seluruh tubuh. 
Secara alamiah, metabolisme sekunder Monascus memproduksi lovastatin yang dapat mencegah biosintesis kolesterol pada penderita hiperkolesterolemia (Danuri, 2008). Kolesterol adalah sejenis lemak ( steroid )yang terdapat di dalam darah. Kolesterol memiliki struktur yan tersusun atas empat cincin atom karbon. Lovastatin (C24H36O5) merupakan senyawa inhibitor kompetitif HMG-KoA (3-hidroksi-3-metilglutaril Koenzim A reduktase yang mampu menurunkan kolesterol plasma dengan efek samping kecil yaitu tetap menjaga tekanan darah dalam ambang normal.

Prinsip kerja lovastatin terhadap HMG KoA reduktase sama dengan prinsip kerja inhibitor kompetitif enzim (Aryantha, 2004). HMG KoA reduktase dilambangkan sebagai enzim utama (E), Lovastatin sebagai inhibitor kompetitif (I) dan HMG KoA sebagai substrat (S). HMG KoA reduktase adalah enzim utama yang mendukung sintesis kolesterol di organ hati dengan cara berikatan dengan mengubah HMG KoA menjadi mevalonat. Ketika lovastatin hadir dalam bentuk asam hidroksi terbuka dengan konsentrasi lebih dari konsentrasi substrat (HMG KoA) maka HMG KoA reduktase akan lebih cenderung berikatan dengan lovasatin sehingga jumlah dan frekuensi sintesis kolesterol tereduksi (Omura,1992)
Penggunaan pigmen Monascus telah diterapkan pada beberapa kelompok pangan, yaitu untuk mewarnai produk pangan hewani, minuman, pangan laut (sea food),
dan nata de coco. Dosis yang digunakan untuk pewarna pangan hewani berkisar 2000-4000 ppm ekstrak Monascus. Untuk minuman ringan, konsentrasi yang digunakan dapat lebih rendah, yaitu 0,002-0,005% (2-5 ppm). Minuman anggur merah memerlukan konsentrasi yang lebih tinggi, yaitu 0,2-1 % (200-1000 ppm). Untuk nata de coco, M. purpureus ditambahkan setelah terbentuk nata, sehingga nata dapat terwarnai (Sheu et al., 2000). Pigmen Monascus baik untuk pewarna makanan atau minuman yang pHnya netral, tidak perlu pemanasanyang lama, dan tidak terkena sinar matahari langsung selama penyimpanan/display atau transportasi. Penyinaran langsung dengan sinar matahari menyebabkan degradasi pigmen (Lee et al., 1995).
Dari penjelasan diatas dapat kita tarik kesimpulan bahwa penggunaan pigmen angkak sebagai zat pewarna makanan lebih menguntungkan dari pewarna sintetik yang beberapa diantaranya bersifat karsinogenik. Oleh karena itu penggunaan pigmen angka perlu digalakkan terutama sebagai pengganti pewarna merah sintetik.



Dafar Pustaka

(anonim).2004. Teknologi Pangan dan Agroindustri. Bogor: Jurusan Teknologi Pangan dan     Gizi IPB.
Bridge, P.D., and Hawksworth, D.L. 1985. Biochemical tests as an aid to the identification of Monascus species. Lett. Appl. Microbiol. 1 : 25-29.
Cannon, P.F., Abdullah, S.K., and Abbas, B.A. 1995. Two new species of Monascus from Iraq, with a key to know species of the genus. Mycol. Res. 99 (6) : 659-662.
Schmitt, M., and Blanc, P. 2001. Microbial Biotechnology Part 2. Innovative Aspects in Biotechnology of Eukaryotes. Investpress Co., Sofia
El-Naggar, M.Y., Hassan, M.A., El-Dakkak, A.H., and El- Aassar, S.A. 2000. Improvement of pigment production by alginate-immobilised Monascus purpureus cultures. Adv. Food Sci. 22 (1/2) : 22-30.
Lee, Y.K, Chen, D.C., Lim, B.L., Tay, H.S., and Chua, J. 1995.Fermentative production of natural food colorants by the fungus Monascus. Icheme symposium series. 137 : 19-23.
Lotong, N. and Suwanarit,P. 1990. Fermentation of angkak in plastic bags and regulation of pigmentation by initial moisture content. J. Appl. Bacteriol. 68 : 565-70.
Omura, S. 1992. The Search for Bioactive Compounds from Microorganisms. Springer-Verlag Inc. New York, AS
Sheu, F., Wang, C.L., and Shyu, Y.T. 2000. Fermentation of Monascus purpureus on bacterial cellulose-nata and the color stability of Monascus-nata complex. J. Food Science. 65 (2) : 342-345.
Wong, H.-C., Lin, Y.-C., and Koehler, P.E. 1981. Regulation of growth and pigmentation of Monascus purpureus by carbon and nitrogen concentrations. Mycologia. 73 : 649-53.
Wong, H.-C, and Chien, C.-Y. 1986. Ultrastuctural studies of the conidial anamorphs of Monascus. Mycologia. 78 (4) : 593-599.

Komentar

Postingan Populer