Produk Emulsi Skin Lotion Berbahan Baku VCO

A.  PRODUK
Emulsi adalah  jenis sistem penghantar yang paling banyak digunakan dalam berbagai produk kosmetik. Pada produk kosmetik, jenis emulsi yang digunakan biasanya berupa bahan semipadat yang memiliki fase air (hidrofilik) dan fase minyak (hidrofobik). Kedua fase ini membentuk fase internal dan eksternal pada emulsi. Fase internal terdiri dari bahan-bahan yang membentuk sebaran butiran teremulsifikasi, sedangkan fase eksternal terbentuk dari sisa-sisa fase internal.
Partikel yang membentuk fase internal memiliki ukuran yang berbeda-beda (polidisperse). Ukuran rata-rata diameter partikel digunakan lebih kecil untuk mengklarifikasi emulsi. (US Patent Pub Np 2004/0076598 AI)
Saat ini telah banyak ditemui berbagai macam produk perawatan diantaranya krim dan lotion kulit (skin cream dan skin lotion). Beberapa orang tertarik menggunakannya untuk mencegah agar kulit tidak kering dan tetap segar.
Lotion merupakan salah satu entuk emulsi yang didefinisikan sebagai campuran dari dua fase yang tidak dapat bercampur, distabilkan dengan emulsifier, dan jika ditempatkan pada suhu ruang berbentuk cairan yang dapat dituang. Proses pembuatan lotion adalah dengan mencampurkan bahan-bahan yang larut dalam fase air dan bahan-bahan yang larut dalam fase minyak, dengan cara pemanasan dan pengadukan (Schmitt, 1966). Keithler (1956) menambahkan bahwa pada kebanyakan pembuatan kosmetik, dua fase yang satu dituangkan ke fase yang lainnya dan dipanaskan pada temperatur yang sama dengan pengadukan. Pengadukan terus dilakukan sampai emulsi dapat didinginkan pada suhu kamar.
Fungsi utama lotion untuk perawatan kulit adalah sebagai pelembut (emolien). Hasil akhirnya yang diperoleh tergantung dari daya campur bahan baku dengan bahan lainnya untuk mendapatkan kelembaban, kelembutan, dan perlindungan kulit dari kekeringan.
Bahan-bahan yang berfungsi sebagai pelembut adalah minyak mineral, ester isopropil, alkohol alifatik, turunan lanolin, alkohol dan trigliserida serta asam lemak. Sedangkan untuk pelembab diantaranya adalah gliseril dan propilen glikol. Penggunaan pelembut dan pelembab berkisar antara 0,5%-15% (Schmit,1996)
Skin lotion merupakan salah satu produk industri kosmetik yang menggunakan tipe emulsi minyak dalam air atau oil in water (o/w), yang terdiri dari fase minyak (10-25%), humektan (3-10%), dan fase air (75-80%) (Schmitt, 1996).
Fase minyak terbentuk dari bahan-bahan nonpolar yang biasanya tidak dapat menyatu dengan air. Bahan-bahan tersebut meliputi: lemak, minyak, lilin dan turunannya seperti lemak-alkohol, asam lemak, ester, hidrokarbon, gliserida, dan silikon. Jika diaplikasikan pada kulit, fase minyak berperan sebagai pelembut (emolient), penghalus dan pelembab, karena minyak dapat membentuk semacam lapisan pelindung yang mempertahankan air.

B.       PEMBUATAN PRODUK
Dalam membuat formula skin lotin harus diperhatikan fungsi utama dalam peggunaannya yaitu melembutkan tangan, mudah dan cepat menyerap pada permukaan kulit, tidak meninggalkan lapisan tipis, tidak menimbulkan lengket pada kulit setelah pemakaian, tidak mengganggu penafasan, antiseptis, memiliki bau yang khas (menyegarkan) dan memiliki warna yang menraik (Schmitt, 1996).
·           Bahan Baku
1.      Virgin Coconut Oil
Virgin Oil adalah minyak dan lemak makan yang dihasilkan tanpa mengubah sifat fisiko kimia minyak. Minyak diperoleh dengan hanya perlakuan mekanis dan pemakaian panas minimal serta tidak menggunakan bahan kimia kecuali yang tidak mengalami reaksi dengan minyak. Minyak ini dimurnikan dengan cara pencucian menggunakan air, pengendapan, penyaringan, dan sentrifugasi saja. Standar mutu dari virgin coconut oil dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Sifat virgin coconut oil
Sifat
Nilai
Kadar air (%)
Densitas (g/ml)
Indeks bias
Bilangan peroksida (mg oksigen/100 g contoh)
Bilangan penyabunan (mg KOH/g contoh)
Bilangan asam (mg KOH/ g contoh)
Kadar asam lemak bebas (% asam laurat)
Warna
0,1-0,5
0,9756
1,4550
Maks 3,0
250-260
Maks 13
Maks 0,5
Jernih krisal
Sumber: Pusat Penelitian Kimia-LIPI Serpong
Komponen  minyak kelapa terdiri atas asam lemak jenuh (90%) dan minyak tak jenuh (10%). Tingginya kandungan asam lemak jenuh menjadikan virgin coconut oil sebagai sumber lemak jenuh. Dalam VCO terdapat Medium Chain Fatty Acid (MCFA) yaitu komponen asam lemak berantai sedang yang memiliki banyak fungsi, antara lain mampu merangsang produksi inulin sehingga proses metabolisme glukosa dapat berjalan normal. MCFA juga bermanfaat dalam mengubah protein menjadi sumber energi.
2.      Air
Fase  air dibentuk oleh air dan bahan-bahan hidrofilik lain dalam sebuah sistem seperti gliserin atau propilen glikol. Secara umum, fase air dapat menghemat biaya karena harganya murah.
Air merupakan komponen yang paling penting dalam pembuatan krim dan skin lotion. Air merupakan bahan pelarut dan bahan baku yang tidak berbahaya dibading bahan baku lainnya, tetapi sir memiliki sifat korosif. Air yang digunakan dalam produk kosmetik harus dimurnikan terlebih dahulu.
3.      Emulsifier
Emulsifier atau pengemulsi yang umum digunakan dalam pembuatan lotion adalah terietolamin stearat dan oleat. Selain itu asam sterat juga dapat digunakan dalam formulasi sesuai dengan sifatnya yang dapat menghasilkan kilauan yang khas pada produk lotion (Wilkinson et al.,1962). Menurut Barnet (1962) gliseril mono stearat dengan polietilen glikol 400 efektif digunakan sebagai bahan pengental dan penstabil pada konsentrasi rendah. Konsentrasi yang berlebih pada pengggunaan bahan-bahan ini harus dihindarkan karena akan membentuk gel pada lotion.
4.      Humektan
Humektan merupakan zat yang melindungi emulsi dari pengeringan. Humektan ditambahkan pada produk lotion terutama pada produk dengan menggunakan tipe emulsi minyak dalam air (o/w) untuk mengurangi kekeringan ketika produk disimpan dalam suhu ruang (Schmitt,1996). Gliserin merupakan humektan yang paling baik digunakan dalam pembuatan lotion. Penggunaan gliserin akan menghasilkan lotion dengan karakteristik skin lotion yang terbaik dengan komposisi dalam formula berkisar 3-10%. Menurut Barnett (1962), gliserin berfungsi sebagai penarik, penahan dan penyimpan air, dan penyuplai sumber air pada celah lapisan cornified di permukaan kulit.
5.      Emolient
Emolient merupakan zat yang mampu melunakkan kulit. Apabila digunakan pada lapisan kulit yang keras dan kering akan mempengaruhi kelembutan kulit dengan adanya hidrasi ulang (Schmitt, 1996). Emolient harus memiliki titik cair yang lebih tinggi dari suhu kulit, sehingga apabila lotion dioleskan pada kulit akan menimbulkan rasa nyaman, kering, dan tidak berminyak. Cetil alkohol adalah emolient yang paling baik dan juga bisa berfungsi sebagai bahan pengental dengan komposisi berkisar 1-3% pada formulasi produk.
6.    Bahan Pengental
Bahan pengental digunakan untuk mengatur kekentalan dan mempertahankan kestabilan produk. Bahan pengental digunakan untuk mengatur kekentalan dan mempertahankan kestabilan produk. Bahan pengental berfungi sebagai pengikat fasa air dan fasa minyak yang terkait dengan Hidrophyile Lipophyile Balance. Selain itu bahan pengental yang digunakan dalam pembuatan lotion bertujuan untuk mencegah terpisahnya partikel dan emulsi (Strianse,1996). Menurut Shmitt (1996), pengental polimer seperti gumpalan alami, turunan selulosa dan karbomer lebih sering digunakan dalam emulsi dibandingkan dalam formulasi berbasis surfaktan.
Selain polimer, bahan pengental dengan berat molekul tinggi juga dapat digunakan pada pembuatan skin lotion seperti polietilen glikol 6000 distearat atau polietilen glikol 120 metil glukosa. Keuntungan menggunakan bahan pengental tersebut adalah stabil terhadap hidrolisis pada suhu tinggi atau pada kondisi pH yang sangat ekstrim. Efek samping bahan pengental dengan berat molekul tinggi adalah bahan-bahan ini mempengaruhi sifat-sifat alir bahan yang menyebabkan meningkatnya aliran Newtonian. Sedangkan sistem yang terkentalkan oleh garam atau polimer menunjukkan sifat aliryang pseudoplastik (Schmitt, 1996). Penggunaan bahan pengental dalam pembuatan skin lotion adalah lebih rendah 2,5%.
7.    Zat Pewangi
Minyak parfum yang digunakan spesifik dalam hal jenis, dosis pemakaian, dan persyaratan lainnya terutama yang berkaitan dengan pengaruh iritasi dan sesnsitifitas terhadap kulit, serta hubungannya dalam formula kosmetik. Jumlah parfum yang ditambkan harus serendah mungik, yaitu berkisar 0,1%-0,5%. Pada proses pembuatan lotion, pewangi dicampurkan ke dalam lotion pada suhu 35oC agar tidak merusak emulsi yang tela terbentuk (Schueller et al,1999).
8.      Bahan Pengawet
Dalam pembuatan skin lotion biasanya ditambahkan bahan pengawet agar mikroba tidak tumbuh karena pengawet bersifat anti mikroba. Menurut Schmitt (1996), pengawet digunakan sebesar 0,1-0,2%, contohnya metil paraben.
Dari kedelapan macam bahan yang terdapat di atas, maka bahan yang digunakan dalam pembuatan skin lotion meliputi polietilen glikol monooleta (HLB12,2),  trietol amin, cetil alkohol, VCO, gliserin, air destilasi, metil paraben, selulosa, chitosan, 3-kloro 2-hidroksipropiltrimetil amonium klorida, iso propanol, propilen glikol, dan sodium hidroksida.
·         Cara Pembuatan
o   Pembuatan Sistem Emulsi
Pembuatan sistem emulsi tipe minyak dalam air menggunakan perbandingan fasa internal/ fasa terdispersi sekitar 20% dan fasa eksternal/fasa pendispersi 80% dengan formulasi sebagai berikut: fase minyak (surfaktan 4%, cetil alkohol 1%, asam stearat 2%, minyak VCO 13%), fase air (metil paraben 0,1%, trietanolamin 0,1%, propilen glikol 2%, air destilasi 77,8%)
Fase air dan fase minyak masing-masing dipanaskan pada suhu 75% dan diaduk, kemudian fase air ditambahkan sedikit-sedikit ke dalam fase minyak sambil diaduk selama 1 jam dengan kecepatan 75 rpm.
o   Sintesis Polimer Alami
Sintesis polimer alami dilakukan dengan menggunakan bahan dari alam yaitu selulosa dan chitosan. Sebelum dilakukan sintesis chitosan, maka dilakukan penentuan derajat deasetilasi dan berat molekul untuk mengetahui kemurnian chitosan yang dipakai.
Sintesis polimer chitosan dilakukan dengan cara melarutkan chitosan dalam asam asetat 1% kemudian ditambahkan sodium hidroksida sampai pH 9,5 pada suhu 25oC. Selanjutnya ditambah 3-kloro-2-hidroksipropil trimetil amonium klorida sambil dipanaskan selama 18 jam pada suhu 600C. Tahap selanjutnya adalah penambahan aseton untuk penetralisir pH campuran, kemudian dilakukan penyaringan, pencucian, dan pengeringan dalam oven vakum. Perbandingan antara chitosan dengan 3-kloro-2-hidroksipropil trimetil amonium klorida adalah 1:6.
Sintesis polimer selulosa dilakukan dengan melarutkan selulosa dalam iso propanol sambil diaduk 30 menit keudian ditambahkan larutan sodium hidroksida, setelah diaduk selama 30 menit tambahkan larutan 3-kloro-2-hodroksipropil trimetil amonium klorida, campurkan reaksi tersebut dipanaskan pada suhu 50oC selama 2 jam dan pemanasan dilanjutkan sampai pada suhu 760C selama 15 menit. Setelah itu tambahkan larutan asam asetat yang berfungsi sebagai penetralisir pH campuran. Tahap selanjutnya adalah penyaringan hasil campuran reaksi, pencucian dan pengeringan dalam oven vakum pada suhu 450C. Perbandingan antara selulosa dengan 3-kloro-2-hidroksipropil trimetil amonium klorida adalah 1:6.
o   Aplikasi Polier Kationik pada Formula Skin Lotion
Polier kationik selulosa amonium kuartener dengan konsentrasi 0,1% ditambahkan pada sistem emulsi dalam pembuatan skin lotion sehingga diperoleh skin lotion yang mempunyai ketabilan tinggi dengan diameter globula emulsi tertentu. Untuk polier kationik chitosan amonium kuartener digunakan konsentrasi 0,05%.
Polimer kationik dari selulosa ataupun chitosan dilarutkan dalam fase air kemudian dipanaskan pada suhu 750C dan diaduk dengan kecepatan 75 rpm selanjutnya ditambahkan secara pelan-pelan ke dalam fase air sambil diaduk hingga terbentuk skin lotion.

C.    ANALISIS DAN KARAKTERISASI
1.      Analisis Sistem Emulsi yang dihasilkan
a.       Pengamatan Terhadap Ukuran Partikel
Pengamatan inin dapat dilakukan dengan menggunakan fotomikrosop
b.      Pengukuran Stabilitas Relatif Emulsi
Stabilitas emulsi dapat diukur dengan menggunakan tabung reaksi. Sistem emulsi dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 10 ml kemudian didiamkan kira-kira satu minggu. Selanjutnya diamati krim yang terbentuk dan dihitung volume krim berdasarkan perhitungan berikut.
Stabilitas (%) = (10-volume skim)/10*100%
c.       Viskositas
Viskositas emulsi juga dapat menunjukkan kestabilan sistem emulsi. Perubahan visositas emulsi dari viskositas semula menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan pada sistem emulsi. Emulsi yang tidak stabil cenderung mengalami penurunan viskositas selama penyimpanan. Hal ini terjadi karena kerusakan emulsi menyebabkan fasa internal terpisah dengan fasaeksternal. Viskositas produk diukur dengan menggunakan Viskometer Brookfield dengan laju rotasi 6 rpm pada suhu 250C.
d.      Tegangan Permukaan dan Tegangan Antar Muka
Pengukuran tegangan permukaan dan tegangan antar muka menggunakan Surface Tensiomat Model 21 Cat No 59951-14.
Tegangan permukaan berkaitan dengan gaya bebas yang bekerja di antara molekul-molekul di permukaan cairan. Molekul-molekul yang berada di dalam cairan akan mengalami gaya kohesi dengan molekul cairan lain yang mengelilinya, sehingga molekul tersebut mengalami gaya resultan yang seimbang. Tegangan permukaan diasumsikan sesuai dengan jumlah gaya kohesi yang bekerja antar molekul pada permukaan atau batas antar muka dari dua cairan.
2.      Analisis Hasil Sintesis Polimer Kationik
a.       Derajat Deasetilasi dan Berat Molekul Chitosan
Film chitosan dibuat dengan cara melarutkan 1% (b/v) chitosan dalam 1% larutan asam asetat. Larutan dikeringkan di atas glass platepada suhu 400C dalam pengering vakum selama 12 jam. Selanjutnya film chitosan disimpan dalam desikator selama 12 jam sebelum diukur spektrum infra merahnya. Derajat deasetilasi chitosan ditentukan dengan metode base line dihitung dengan mengukur absorbansi pada frekuensi 1655 cm -1 dengan absorbansi pada frekuensi 3450cm-1.
Penentuan berat molekul menggunakan persamaan Mark Houwink-Sakurada. Chitosan kationik dilarutkan dalam pelarut air pada konsentrasi 0,5-2,5 M, kemudian diukur nilai rata-rata waktu turunnnya larutan chitosan kationik tersebut dalam viskositas pada suhu kamar.
b.      Analisis FTIR (Fourier Transform Infra Red) dan NMR (Nuclear Magnetic Resonance)
Analisis gugus fungsi dilakukan dengan metode FTIR menggunakan alat Shimadzu-IR Prestige. Sampel diukur pada panjang gelombang 500-4000 cm-1. Selain dengan metode FTIR, dilakukan pula analisis dengan NMR (Nuclear Magnetic Resonance) untuk melihat ikatan antara atom C dan H dengan adanya pergeseran kimia yang khas untuk masing-masing senyawa atau komponen.
c.         Analisis Kelarutan Chitosan Kationik
Analisis ini menggunakan alat spektofotometer UV-Visible. Chitosan kationik dilarutkan dalam air dengan konsentrasi mulai daro 0,2 sampai 20 gram/liter. Kemudian larutan tersebut diukur transmitannya menggunakan spektofotometer UV-Visible pada panjang gelombang 600 nm.
3.      Analisis Hasil Aplikasi Poliemr Kationik pada Formula Skin Lotion
a.         Ukura partikel menggunakan alat fotomikroskop
b.         Derajat keasaman (pH) (SNI 16-4952-1998)
Nilai pH menunjukkan derajat keasaman. Standar nilai pH adalah berkisar 4,0-7,5.
c.       Stabilitas Produk
Uji stabilitas skin lotion dilakukan dengan cara menyimpan produk pada suhu yang berbeda yaitu suhu kamar, 450C, dan 500C selama satu bulan. Menurut Barnett (1962), emulsi suatu produk kosmetik harus stabil dan dapat dituang.
d.      Total Mikroba
Uji akteri merupakan uji yang penting karena kontaminasi dari bakteri dapat menyebabkan pemisahan, penyusutan berat produk, dan bau yang tidak sedap. Secara aseptis ditimbang 1 gram lotion dan dimasukkan ke dalam larutan pengencer (garam fisiologi) kemudian dikocok. Pengenceran dilakukan sampai 104. Sebanyak 1 ml sampel tersebut diinokulasikan pada cawan petri dan ditambahkan media PCA (Plate Count Agar) sebanyak 10-15 ml. Cawan petri digoyang dan dibiarkan membeku. Inkubasi dilakukan pada suhu kamar selama 48 jam. Jumlah koloni yang tumbuh dilaporkan sebagai total mikroba.



DAFTAR PUSTAKA

Barnett, G. 1962. Cosmetics and Science Technology. Volume I. Wiley Interscience, New York.
Keithler, W.MR. 1956. The Formulation of Cosmetics and Cosmetics Specialties. Drug and Cosmetic Industry, New York.
Schueller, R. And P. Romanowski. 1999. Beginning Cosmetic Shemistry. Allured Publishing Corporation . 362 South Schamale Road, Carol Stream.
Schmitt, W.H. 1996. Skib Care Products. Didalam Cosmetics and Toiletries Industry. Edisi ke-2. Blackie Academic and Profesional, London.
Strianse, S.J. 1996. Hands Creams and Lotons in Cosmetics Science and Technology. Volume I edisi ke-2. Willy Interscience, Division of John Willey and Sons, Inc. New York.
United States Patent Application Publication. Pub No 2004/0076598AI. Nanoemulsion Based on Sugar Fatty Esters and Its Uses In The Cosmetics. Apr.22,2004.
Wilkinson, J.B., R.Clark., E. Green., T.P. McLaughlin. 1962. Modern Cosmeticology. Volume I. Leonard Hill, London.



Komentar

Pretybazz mengatakan…
makasih buat infonyaa,

Postingan Populer